Senin, 24 November 2014

NEK MATANDUNG/SAKKA (PUANG BALUSU), SANG GARDA DEPAN, Pahlawan Tana Toraja Yang Dilupakan


NEK MATANDUNG/SAKKA (PUANG BALUSU), SANG GARDA DEPAN

Balusu adalah sebuah daerah di bagian utara dari kota Rantepao. Nek Matandung adalah nama tokoh pemimpin lokal dari daerah ini. Nek Matandung berperan besar dlm peristiwa masuknya Tentara Belanda (Marsose) ke Toraja. Bersama para pemimpin lokal berbagai daerah di toraja pada September 1905, beliau menghadiri pertemuan "Buntu Pune", pertemuan persiapan menghadapi agresi belanda ke toraja, dgn menghasilkan "Ikrar Buntu Pune", dan Nek Matandung ditetapkan sbg pemimpin Garda depan untuk membendung serangan +/- 150 tentara belanda di bawah Komando Kapten Infantri Killian. Pertempuran berhenti dgn ditawannya seorg anak menantu Nek matandung oleh belanda dan pasukan belanda dgn mudah menuju Rantepao.
Keterlibatan Nek Matandung dalam perencanaan membunuh Controleur Belanda, Brower atau Kepala pemerintahan hindia Belanda di wilayah Oderafdeling Rantepao didasari oleh kecongkakan dan keserakahan pemerintah Hindia Belanda terhadap masyarakat pribumi. Wujud nyata keserakahan Belanda pada saat itu adalah mewajibkan penduduk lokal membayar pajak dan megatur adat istiadat atau kebiasan masyarakat pribumi dengan berbagai alasan. Taktik Belanda saat itu adalah mengangkat dan memunjuk para pimpinan lokal sebagai kepala distrik untuk memudahkan rencana mereka dalam memperluas daerah jajahannya. Namun hal ini tentu menimbulkan kebencian dan kedengkian di mata masyarakat lokal termasuk Ne' Matandung sebagai penguasa Balusu ketika itu.

Pada tahun 1917 berhimpunlah para pemimpin penguasa lokal di toraja untuk merencanakan pembunuhan terhadap kaum penjajah. "Untendanni Salu Sa'dan" adalah sebuah semboyan atau kata sandi mereka. Target utama dalam rencana pembunuhan itu adalah Controleur Brower.

Rencana pembunhan terhadap Brower itu tertunda karna para pejuang tidak ingin melibatkan istri brower yg dlm keadaan hamil. Kekhawatiran mereka adalah ketika Brower dibunuh didepan istrinya maka istrinyapun akan ikut tewas, dan hal demikian pantang bagi pejuang Toraja ketika itu.

Tertundanya pembunuhan terhadap Controleur Brower mengakibatkan lahirnya peristiwa bori 1917 dimana Sang Misionaris Antoni Aris Van De Loosdrecht tewas ditangan pejuang Toraja. Pembunuhan terhadap sang misionaris itu bukanlah karna Nek Matandung dan kawan kawan menolak Injil, namun pembunuhan itu terjadi hanya karna semata mata A. A Van de Loosdrecht adalah orang Belanda atau Mata putih. Shg dpt dikatakan peristiwa itu terjadi karna prajurit di lapangan tdk bisa membedakan setiap orang belanda dan targetnya membunuh belanda.

Kematian Van De Loosdrecht dipolitisasi oleh pihak Belanda dan menyebarkan Issue bahwa mereka yang terlibat dalam pembunuhan itu disebabkan karna mereka menolak Injil.
Semenjak itu para pemimpin lokal khususnya Nek Matandung sbg penguasa Balusu terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Sekalipun dengan persenjataan yang jauh lebih sederhana. Namun sayang perlawanan itu tidak berlangsung lama hingga Nek Matandung dan 23 pejuang lain ditangkap dan diasingkan ke Nusa Kambangan, Jawa Tengah dan Tanah Merah (Bovendigul) Papua.

Sangat Ironis bila hingga hari ini doktrin dari pihak penjajah masih menjadi pegangan dan pedoman bagi masyarakat toraja hingga melupakan jasa para pejuang toraja sendiri. Jasa mereka seakan terkubur bersama dengan raganya akibat dogma bangsa penjajah yang telah membius sebagian masyarakat toraja.

Jangan lupakan jasa mereka sekalipun di tangannya bersimbah darah sang Misionaris pengabar Injil karna dibalik pembunuhan itu tersimpan sebuah cita cita yang mulia yaitu untuk mempertahankan keutuhan Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo

http://jaringangin1.blogspot.com/2014/02/nek-matandungsakka-puang-balusu-sang.html

1 komentar:

  1. Halo, senang membaca informasi ini. Apakah saya bisa mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang cerita pejuang2 Toraja, khususnya tentang Nek Matandung? Terima Kasih. Salama

    BalasHapus

silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan