Versi lisan Sawerigading di Kandora, Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja (selanjutnya akan disebut dalam versi Toraja), pada dasarnya banyak persamaannya dendan sebuh episode petualangan Sawerigading dalam buku I Laga Ligo, kumpulan terjemahan Dr.R.A.Kern (selanjutnya akan disebut saja “versi bugis”).
Adapun perbedaannya yang penting antara lain seperti berikut ini. Puang Pindakati dalam versi Toraja dikatakan adalah anak bangsawan di Biduk didaerah gunung Latimojong sebelah timur, kawin dengan Puang Sawerigading saudara sepupuh sekalinya juga, cucu Tomanurung Batara Guru di Luwu. Puang Pindakati meninggal dunia pada masa ia hamil muda. Dalam versi Bugis dikatakan bahwa We Pinrakati itu adalah anak Tenriakkoreng (ayah) dengan We Tenrijellok (ibu), cucu Batara Wewang. Dalam keterangan R.A.Kern dijelaskan juga bahwa We Pinrakati itu adalah putri raja Malaka, tetapi tidak begitu jelas apakah Tenriakkoreng adalah raja Malaka yang dimaksudkan itu. Tunangan We Pinrakati dalam versi Bugis bukan Sawerigading, tetapi La Tenriweppi Datunna Sunra. Selanjutnya We Pinrakati meninggal dunia waktu orang baru saja menyampaikan mas kawinnya, tiga hari sebelum perkawinannya.
Dalam versi Toraja, Sawerigading pergi ke Puya karena rindunya pada Pindakati kekasih dan istrinya yang pertama, sedang dalam versi Bugis dikatakan bahwa ia kesana karena disuruh bepergian oleh orang tuanya untuk menghindari upacara pentabisan We Tenriabeng (saudara kembarnya) menjadi bissu. Dalam perjalanannya itulah ia sampai ke Pamessareng (dunia orang mati) dan bertemu dengan We Pinrakati. Dalam versi Bugis dikatakan bahwa Sawerigading berpisah dengan We Pinrakati di dunia Pamessarang, sesudah memamah sekapur sirih pemberian We Pinrakati, sedangkan dalam versi Toraja diceritakan tentang perjalanan mereka pulang ke dunia, lalu Pindakati bersalin diperbatasan Puya (dunia orang mati) dengan dunia, melahirkan seorang bayi wanita yang diberi nama “Jamallomo” (artinya, yang lahir dari ibu yang telah meninggal dunia; mallomo artinya ‘menjelma’). Jamallomo dalam versi Toraja dikatakan bahwa ia kemudian kawin dengan Puang Samang, cucu Tomanurung Puang Tamborolangi’ di Kandora dan melahirkan anak-anak yang menjadi leluhur pemimpin adat di daerah Tallu Lembangna (Makale-Sangalla-Mengkendek), dan di daerah Tallu Batupapan (Alla’-Malua’-Buntu Batu) di Enrekang.
http://jaringangin1.blogspot.com/2014/02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan