Kamis, 09 Oktober 2014

BENIH EMAS PERSEPAKBOLAAN NASIONAL



Tidak ada suatu negara dan klub olahraga yang memiliki atlet handal dan berprestasi jika tidak memiliki sistem regenerasi yang baik. Hal itu semakin terlihat nyata ketika beberapa tahun belakangan akademi sepakbola ternama milik klub semacam Arsenal dan MU mulai mengembangkan sayap dan mendirikan akademi sepakbolanya di negara-negara Asia dan Afrika.
(Arya 'ndut' Duta Kusuma)
Mereka percaya meski selama ini negara-negara di kawasan Asia ‘secara keseluruhan’ belum benar-benar mampu bersaing dengan tim-tim dari negara Eropa dan Amerika, didirikannya akademi sepakbola di Asia oleh klub-klub raksasa tersebut mengindikasikan mereka percaya di negara-negara tersebut juga terdapat calon atlet potensial yang akan mampu bersaing jika dibina dengan baik.
Indonesia dan Cina bisa mendominasi persaingan cabang olahraga bulu tangkis di tingkat dunia karena memiliki sistem regenerasi yang baik sejak atlet pada usia dini. Denmar, Belanda, India dan Inggris mulai menyodok dan menggoyahkan dominasi dua negara itu melalui pembinaan usia dininya. Pada dekade terakhir Taiwan dan Malaysia juga mengikuti langkah mereka. Lantas mengapa tim sepakbola negeri ini sepertinya masih berjalan di tempat?
Alex Ferguson pernah mengkritik model akademi Arsenal. Arsenal dianggapnya tidak menerapkan model Akademi sejati karena sering mengimpor pemain asing meski hal itu dilakukan pada saat mereka (red. Pemain) masih berusia dini dan mendidiknya sampai mereka benar-benar matang dan siap menjadi pemain profesional. Kritik yang disampaikan Ferguson lebih karena dia merasa khawatir para pemain lokal (red. Britania Raya) lama-kelamaan akan tersingkir.
Meski bernada negatif, pernyataan Ferguson jelas mengindikasikan bahwa potensi para pemain dari berbagai negara di belahan dunia ini sebenarnya tersebar secara merata. Jika Belanda yang hanya memiliki kurang lebih 17 warga negara mampu membangun tim nasional sepakbola mereka dengan baik, bukankah jumlah warga negara Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan mereka?
(Team)
Mimpi untuk menjadikan salah satu putranya sebagai pemain kelas dunia sepertinya sedang diupayakan oleh Sartono Besari dan Rahti Hadi Utami. Sepasang suami-istri itu bahu-membahu dan bekerja keras agar putra mereka, Arya Duta Kusuma, dapat mewujudkan mimpinya menjadi seorang pemain sepakbola profesional.
Masih tercatat sebagai pemain U 13 di klub Putra Mayong Jepara (Puma), pemain yang biasa dipanggil dengan sebutan Ndut itu sudah beberapa kali menoreh prestasi mengesankan bersama Timnya. Secara pribadi kualitas permainan Ndut memang layak untuk mendapatkan perhatian dari para pemandu bakat. Meski gaya bermainnya menyerupai Andrea Pirlo, kemampuan mengolah bola dengan kaki kiri yang dimilikinya akan mengingatkan kita dengan gaya bermain James Rodriguez yang menjadi rekrutan anyar di klub sebesar Real Madrid tahun ini (2014).

(Di bawah asuhan Coach Bambang)
(bersama Tim PSSAI pada saat mengikuti Borneo Cup Malaysia)
Mungkin terlalu hiperbolis membandingkan Arya ‘Ndut’ Duta Kusuma dengan Andrea Pirlo dan James Rodriguez, tetapi melihat perjuangan yang dilakukan ‘Ndut’ dan para pemain muda seperti dirinya, selayaknya hal itu diperhatikan dan tidak dibiarkan saja oleh pihak-pihak yang ingin memajukan sepakbola nasional. Sebagai pemain muda, Ndut dan para pemain usia dini seperti dirinya masih membutuhkan banyak bimbingan sklill maupun mental karena dalam dunia sepakbola profesional tidak jarang karakter pemain justru menjadi faktor yang akan banyak menentukan masa depan mereka. Jangan sampai benih-benih emas yang masih harus dipoles dengan baik itu tenggelam hanya karena iklim pembinaan yang terkadang tidak memberi mereka kesempatan untuk maju, lebih parah lagi jika faktor ‘like & dislike’ membatasi ruang gerak mereka untuk mengembangkan diri. (asw/Makale-Tator, 2014)
(Juara 3 dalam Borneo Cup Malaysia 2014)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan