Selain
asal-usul nama Banyuwangi, masih banyak legenda lain yang hidup dan dipercaya
kebenarannya oleh masyakarat Osing yang notabene merupakan masyarakat asli kota
Banyuwangi. Kisah Tawang Alun dan pengawal macan putih yang setia mengikuti
kemanapun dia pergi dan kisah terbaru mengenai lahirnya anak Genderuwo
merupakan sebagian cerita yang melengkapi kota paling ujung timur pulau Jawa
itu hingga dikenal sebagai Kota Santet.
Meski
perjalanan Padmagz kali ini tidak bertujuan untuk menguak rahasia di balik
legenda-legenda di Banyuwangi, tetapi sulit dipungkiri bahwa akhirnya Padmagz
pun merasa tertarik untuk merasakan nuansa mistis yang tidak bisa dipisahkan dari
Kota Santet itu dengan mengunjungi Sarang
Makhluk halus di sana. Di mana lagi kalau bukan di Alas Purwa yang konon
dijaga oleh makhluk halus bernama Mbah
Dawa dan Mbah Bolong?
Rintik hujan
menambah nuansa mistis. Hutan jati yang tertata rapi mengepung Padmagz ketika
memasuki kawasan hutan yang terkenal dengan penghuni tak kasat matanya itu.
Setelah berteduh sejenak sekaligus mencari informasi di pos penjaga, Padmagz
masih harus menempuh perjalanan sekitar 25 menit lagi melalui pantai Semburan
Amba yang merupakan kawasan pendaratan penyu liar. Di pos dua, Padmagz
memperoleh keterangan agar segera melakukan perjalanan menuju Gua Istana
sebelum matahari benar-benar tenggelam.
Di sepanjang
jalan setapak yang belum selesai diperbaiki, kicau burung di kejauhan dan angin
yang menggesek dedaunan terdengar seperti biola tanpa rupa. Aksi jeprat-jepret
pun segera dilakukan salah satu fotografer Padmagz agar tidak kehilangan momen
karena sebentar lagi hutan benar-benar tidak akan menyisakan celah cahaya.
Hujan yang
mengguyur tidak menghentikan langkah kami ketika harus beradu cepat dengan
kegelapan untuk segera sampai di Gua Istana. Gua Istana juga biasa disebut Gua
Padepokan karena di Gua ini tokoh seperti Bung Karno, Supriyadi serta para
utusan dari Kraton Surakarta dan Jogjakarta sering melakukan ritual. Selain gua
padepokan masih ada lagi Gua Mayangkoro dan 150 gua lain di Alas Purwa.
(pantai rajekwesi) |
Hanya 15
menit Padmagz berada di Gua Istana. Meski begitu, banyak hal yang terjadi dan
menjadikan bulu kuduk merinding tanpa kendali. Perjalanan kembali ke pos
penjaga pun kami pilih karena hari telah gelap dan kami hanya bisa mengandalkan
senter kecil sebagai penerang jalan. Menurut keterangan petugas, terdapat lebih
dari 150 gua di alas purwa yang jaraknya saling berjauhan.
Di sepanjang
perjalanan ke pos penjaga, mata kami dikejutkan dengan munculnya cahaya-cahaya
kecil yang bertebaran di sela akar pepohonan. Ketika kami dekati, tiba-tiba
–cahaya-cahaya itu menghilang. Rasa penasaran menjadikan Padmagz semakin ingin
tahu cahaya apa sebenarnya yang baru saja kami tangkap.
Sambil terus
berjalan, sesekali kami berhenti ketika cahaya semacam itu kembali muncul tidak
jauh dari rute perjalanan. Dengan cekatan Padmagz mengarahkan senter ke sumber
cahaya. Olala... ternyata cahaya yang dari tadi mempermainkan kami berasal dari
jamur-jamur kecil yang basah oleh air hujan. Karena posisinya yang terselip di
antara semak dan akar, sejak tadi Padmagz agak kesulitan untuk menemukannya.
Hawa dingin
terus menggerogoti malam seiring dengan kegelapan yang menghalami jarak pandang
Padmagz. Malam itu, Padmagz berencana menginap di pos penjaga dan makan malam
di satu-satunya warung yang berada di tempat itu juga.
Sambil
menggendong rasa letih dan lapar yang sudah tidak tertahan, Padmagz langsung
menyerbung warung itu.
“Apa?
Warungnya tutup?!” Pekik Bunda Wina, satu-satunya personel paling pinky itu dengan mulut menganga.” Lalu
kita makan apa?” Tanyanya lagi dengan wajah tanpa sedikit pun pulasan make up yang tersisa.
“Tarrraaaa....!”
Personel Padmagz yang lain menjawab dengan mengangkat sebutir semangka yang
kebetulan kami beli sebelum memasuki area Alas Purwa.
Alkisah,
ternyata tidak hanya malam itu Padmagz harus makan semangka. Karena belum tahu
apakah besok warungnya sudah buka atau belum, kami memutuskan, malam itu hanya
separo semangka yang boleh dimakan, dan sisa nasibnya baru akan ditentukan esok
hari.
“What?!” Giliran personel lain yang
melongo. Ucapan Bunda Wina sontak menjadikan 3 personel lain langsung mengusap
perut. Keputusan itu berarti bahwa kami harus menahan lapar sampai besok pagi,
karena separo semangka rasanya tidak cukup untuk mengganjal perut yang sudah
terbiasa dengan nasi.
(surfing di pulau merah) |
Begitu saya
membuka mata, betapa saya sangat terkejut karena melihat sesuatu yang mencurigakan
tepat di depan mata! Benda itu berukuran sangat besar dan berwarna hitam. Dari
gerak-geriknya, saya sangat yakin kalau benda itulah yang selama ini menjadikan
para pengunjung Alas Purwa merasa ngeri. Saya memberanikan diri untuk
menyentuhnya, ternyata benda itu lumayan lembut dan tidak seseram wujudnya.
Saya semakin berani untuk menyentuhnya lebih keras. Di sentuhan ke dua, saya semakin
kaget karena tiba-tiba terdengar suara,” Ngapain pegang-pegang pantatku?!”
“Sial!” Benda
yang saya kira penampakan makhluk astral itu ternyata pantat Mas Agung. Dia nungging
tepat di depan mata saya. Spontan saya bilang,” Pantat yang benar-benar
mengerikan!”
Pantai Plengkung
Apa yang anda pikirkan ketika menyaksikan ombak
bergulung-gulung setinggi 6 meter dan memiliki panjang sekitar 2 Km? Sebagian orang
pasti merasa ngeri, tetapi bagi sebagian orang yang lain, ombak semacam itu akan
sangat menyenangkan karena mereka bisa memacu adrenalin dengan berdiri di atas
papan selancar. Hal itu pula yang kami lakukan pada hari ke 2 di kawasan Hutan
Lindung Alas Purwa.
Pantai Plengkung di Banyuwangi sering disebut-sebut
sebagai surganya para peselancar. Bulan April dan Agustus merupakan waktu yang
dipilih para pelancong dari dalam dan luar negeri membanjiri hotel-hotel di
sekitar tempat ini karena pada saat itu ombak sedang tinggi-tingginya, dan
mereka bisa berselancar dengan puas.
Jika tidak begitu suka berselancar, menikmati
orkestra alam dengan menginap di tengah hutan bisa menjadi pilihan untuk
merenggangkan otot syaraf yang setiap hari dijejali beragam tugas dan
pekerjaan. D’ Floyd bilang,” Gemericik air, debur ombak, biru laut, lebat hutan
dan suara penghuni belantara raya adalah media relaksasi paling manjur untuk
menghilangkan stres.”
Semua itu bisa didapatkan dalam sekali perjalanan
ketika kita berkunjung ke Pantai Plengkung. Untuk mencapai surga tersembunyi
ini, Padmagz menempuh jarak sekitar 9 Km dari pos penjaga Alas Purwa. Di
sepanjang jalan terlihat banyak sekali kupu-kupu dan bunga lavender yang
memanjakan mata selain hutan bambu yang panjangnya berkilo-kilo meter.
(snorkeling di teluk hijau) |
Teluk Bedul
Puas menghabiskan setengah hari di Pantai Plengkung,
Padmagz meluncur ke sisi lain kawasan Alas Purwa. Kali ini kami menikmati
indahnya hutan mangrove di sepanjang teluk Bedul. Keberadaan hutan mangrove di
teluk ini sangat membantu untuk menjaga ekosistem Taman Nasional Alas Purwa,
karena salah satu fungsinya memang untuk mengurangi dampak negatif abrasi.
(Kwe Nie, personil d'javato dari Hongkong) |
Keindahan akan semakin sempurna ketika anda
menyusuri sungai yang membelah kawasan hutan mangrove dengan Alas Purwa dengan
menyewa perahu. Jangan lupa menggunakan jurus ‘goyang dombret’ kalau anda ditawari tarif yang lumayan. Biasanya
awak perahu akan berhenti bernegosiasi dan menerima tawaran kalau kita mau
membayarnya dengan harga sekitar Rp 50.000.00 per penumpang.
Setelah melakukan perjalanan sekitar 15 menit dengan
perahu, jangan sungkan-sungkan meminta untuk dibawa ke salah satu delta di
tengah sungai menuju pantai selatan itu. Di sana anda bisa turun dan
menyaksikan dari dekat burung-burung berkaki panjang sedang bercengkerama sambil
menikmati indahnya cakrawala senja. Beberapa nelayan yang sedang memancing dan
menjaring ikan juga menjadi salah satu spot terbaik untuk mendapatkan gambar
yang ciamik.
(bersama tim d'javato) |
Jangan
terburu-buru pergi dari tempat ini sampai matahari benar-benar tenggelam. Anda harus
menyaksikan keindahan yang belum tentu bisa anda lihat di tempat lain. Meski
kita sama-sama hidup di atas bumi dan di bawah langit, tetapi tidak ada satu
tempat pun di dunia yang ini memiliki keindahan langit sama. Dan... salah satu
keindahan langit itu harus anda saksikan di garis batas cakrawala teluk Bedul.
Anda tidak
percaya? Buktikan sendiri. (asw,18 des'04))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan