Kamis, 09 Oktober 2014

Rumah Tongkonan, Satu Atap Seribu Filosofi

Masyarakat Nusantara 'tempo dulu' menjalani kehidupan dengan berbagai nilai filosofi yang mereka junjung tinggi dan diabadikan melalui simbol-simbol yang tidak jarang diabaikan oleh masyarakat pada jaman sekarang. Begitupun Rumah Tongkonan yang merupakan Rumah Adat masyarakat Tana Toraja. 
Rumah Tongkonan yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan beberapa daerah lain di sekitarnya dibangun dengan dasar filosofis yang sangat kental dengan nilai-nilai kekeluargaan, kerukunan, dan penghormatan terhadap para leluhur mereka. 
Biasanya, Rumah Tongkonan tidak dibangun oleh satu orang saja, tetapi melibatkan seluruh anggota keluarga dan kerabat. Mereka akan menyumbang berbagai bahan pembuatan rumah dengan nilai yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomis masing-masing orang. Hal itu dilakukan agar setiap anggota keluarga merasa memiliki rumah tersebut, ikut merawat, menjaga, dan memanfaatkannya tanpa merasa berada di rumah orang lain. Kebersamaan semacam itu diterapkan untuk menjaga kekerabatan dan kerukunan semua anggota keluarga.
Ketika terjadi perselisihan antar anggota keluarga, maka masing-masing orang yang bertikai diwajibkan menyembelih kerbau atau babi, dan Kepala Adat bertugas memimpin perundingan bersama seluruh anggota keluarga yang bersangkutan. Nilai-nilai semacam itu juga terlihat dari berbagai ritual adat masyarakat seperti pada penyelenggaraan pesta penguburan atau rambu solo' dan pesta-pesta lain yang diselenggarakan untuk tujuan berbeda. 
Selain nilai-nilai tersebut, setiap bagian pada Rumah Tongkonan juga mengandung nilai-nilai lain yang tidak kalah penting. Di antaranya adalah berbagai ukiran yang ada di setiap dinding. Masing-masing ukiran mengandung arti yang berbeda. Ukiran berbentuk ayam mengandung makna bahwa keluarga pemilik rumah berharap ada anggota keluarga yang kelak akan menjadi pemimpin. Ukiran berbentuk bulan memiliki makna agar ada anggota keluarga yang mampu menjadi penerang ketika keluarga mereka berada pada masa-masa gelap/ sedang mengalami kesulitan. Sedangkan ukiran berbentuk benda-benda langit dan makhluk di bumi memiliki makna yang lebih dalam lagi karena keberadaan Rumah Tongkonan menjadi penghubung antara seluruh anggota yang masih hidup dengan leluhur mereka yang sudah meninggal. 
"Kalau dengan orang yang sudah meninggal saja masih ada ikatan yang kuat, apalagi dengan anggota keluarga yang masih hidup?" Kata Anis yang merupakan keturunan asli masyarakat Tana Toraja memberi keterangan. (Aris)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan