: Aris SW
(SUMBER GAMBAR: GOOGLE) |
Pasca
pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wapres RI pada 20 Oktober 2014,
bangsa Indonesia mencatat sebuah sejarah baru. Sejarah itu mungkin akan selalu
dikenang karena baru kali itu pelantikanPresiden dan Wapres dilanjutkan dengan
gelaran acara yang diberi label sebagai ‘Pesta Rakyat’.
Komentar
positif maupun tudingan negatif mengiringi penyelenggaraan pesta. Antusiasme
pendukung, besarnya biaya, sampah yang menumpuk di area Monas dan sekitarnya, hingga
kejadian Jokowi hampir terjatuh dari Kereta Kencana menjadi catatan tak
terpisah yang mengiringi pesta akbar itu. Perhatian masyarakat Indonesia dan dunia
internasional yang mengikuti perjalanan perpolitikan di tanah air tidak
berhenti selepas itu saja, tetapi berlanjut pada pengumuman nama Menteri dalam
Kabinet yang akan dipimpin Presiden terpilih.
Penantian
itu akhirnya terbayar setelah Jokowi mengumumkan nama para Menteri Kabinet
Kerja yang dipimpinnya di Istana Negara. Tampak dalam acara itu, seluruh tokoh
yang disebut namanya mengenakan kemeja putih berpadu dengan celana hitam.
Dalam
perjalanan politiknya, Jokowi sulit dilepaskan dengan hal-hal simbolik semacam itu.
Setelah mempertahankan baju kotak-kotak –yang
telah mengantarkannya menjadi Gubernur DKI— dalam Pilpres, Jokowi justru
mengubah penampilan dengan kemeja putih seperti yang dikenakan Jusuf Kalla yang
saat ini menjabat sebagai Wapres. Ironisnya, corak itu pula yang sebelumnya
justru identik dengan lawan politiknya (Prabowo-Hatta). Apa yang ada dalam
benak (Tim Ahli) Jokowi ketika mengemas Presiden terpilih dengan penampilan seperti
itu?
Spekulasi
terkait pengumuman nama para Menteri lebih banyak terkait dengan komposisi
Kabinet yang dibentuk, dan mengesampingkan pesan simbolis yang diperlihatkan. Berdasarkan
keterangan beberapa media massa, kemeja putih yang dikenakan para kandidat
telah dipersiapkan sebelum pengumuman itu dilakukan, sehingga pada sesi foto
bersama mereka nampak seragam. Sebagai sesuatu yang disengaja, hal itu tentu
memiliki tujuan.
Penyeragaman
ini menjadi menarik jika dikomparasikan dengan pernyataan salah seorang ulama
yang mengatakan bahwa orang yang hanya
tahu hitam dan putih, mereka tidak pernah melihat warna-warni. Apakah
Jokowi tidak melihat warna-warni dalam susunan Kabinet yang sedang dipimpinnya?
Jika
melihat latarbelakang para tokoh dalam Kabinet Kerja, tuduhan semacam itu
seketika bisa dimentahkan. Keragaman paling mencolok bahkan nampak dari
terpilihnya Susi Pudjiastuti. Perempuan yang tidak menamatkan pendidikan pada jenjang
SMA itu terpilih sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang notabene merupakan
salah satu pilar terpenting program pemberdayaan Kemaritiman dalam Kabinet
Kerja.
Terpilihnya
Susi Pudjiastuti tidak hanya mengundang kontroversi terkait dengan dirinya
sendiri, tetapi juga tamparan terhadap dunia pendidikan. Dalam memilih orang
yang akan duduk di jajaran Kabinet yang dipimpinnya, Jokowi tentu tidak hanya
ingin bermain-main saja, karena kebijakan itu nantinya akan berimbas pada masa
depan Indonesia, sekaligus masa depan politiknya sendiri.
Ada
banyak profesional lain yang memiliki latarbelakang cemerlang dengan gelar
Sarjana, Magister, Doktor, bahkan tidak sedikit pula para Profesor yang bisa
menjadi alternatif, tetapi Jokowi bersikukuh menyebut nama Susi Pudjiastuti
sebagai salah satu Menteri dalam kabinet yang dia usung. Keberanian Jokowi
melakukan ‘kegilaan’ semacam itu mengingatkan penulis terhadap ucapan salah seorang
CEO BBC,” Ketika kita mampu mengelola orang-orang gila dengan baik, maka kita
bisa membuat sesuatu yang luarbiasa.”
Mungkin
kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya naik pesawat terbang seandainya Orvile
dan Wilbur (Wright bersaudara) tidak berpikir ‘gila’ untuk bisa terbang seperti
burung. Mungkin juga dunia pengobatan juga akan pernah mempraktekan Operasi
Bedah Tubuh, seandainya Oliver Wendel Holmes Sr dan orang-orang yang mendalami
ilmu kesehatan tidak berpikir tentang teknik anestesi (pembiusan) sehingga hal tersebut memungkinkan untuk
diterapkan.
Masih
banyak ide-ide gila lainnya yang menghasilkan buah manis setelah ide itu
dikelola dengan baik. Mungkin Presiden Jokowi pun sedang menerapkan hal semacam
itu. Sebagai catatan kecil, Presiden Jokowi harus belajar dari sampah yang
menumpuk saat Pesta Rakyat pasca pelantikan dirinya. Jangan sampai ‘ide gila’
yang sedang dia terapkan justru berbuah tumpukan Sampah Kabinet, atau hanya demi
menyenangkan publik dengan ‘hiburan kontroversial’ yang semata-mata untuk
meningkatkan popularitasnya di mata dunia.
Menumbalkan Merah
Putihnya Indonesia demi Hitam-Putihnya Kabinet sesungguhnya merupakan harga
yang sangat mahal, sebab Indonesia adalah Indonesia. Warna-warni yang tidak
sekedar dua warna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan