Selasa, 28 Oktober 2014

HITAM PUTIHNYA KABINET KERJA

: Aris SW
(SUMBER GAMBAR: GOOGLE)
Pasca pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wapres RI pada 20 Oktober 2014, bangsa Indonesia mencatat sebuah sejarah baru. Sejarah itu mungkin akan selalu dikenang karena baru kali itu pelantikanPresiden dan Wapres dilanjutkan dengan gelaran acara yang diberi label sebagai ‘Pesta Rakyat’.
Komentar positif maupun tudingan negatif mengiringi penyelenggaraan pesta. Antusiasme pendukung, besarnya biaya, sampah yang menumpuk di area Monas dan sekitarnya, hingga kejadian Jokowi hampir terjatuh dari Kereta Kencana menjadi catatan tak terpisah yang mengiringi pesta akbar itu. Perhatian masyarakat Indonesia dan dunia internasional yang mengikuti perjalanan perpolitikan di tanah air tidak berhenti selepas itu saja, tetapi berlanjut pada pengumuman nama Menteri dalam Kabinet yang akan dipimpin Presiden terpilih.
Penantian itu akhirnya terbayar setelah Jokowi mengumumkan nama para Menteri Kabinet Kerja yang dipimpinnya di Istana Negara. Tampak dalam acara itu, seluruh tokoh yang disebut namanya mengenakan kemeja putih berpadu dengan celana hitam.
Dalam perjalanan politiknya, Jokowi sulit dilepaskan dengan hal-hal simbolik semacam itu. Setelah mempertahankan baju kotak-kotak –yang telah mengantarkannya menjadi Gubernur DKI— dalam Pilpres, Jokowi justru mengubah penampilan dengan kemeja putih seperti yang dikenakan Jusuf Kalla yang saat ini menjabat sebagai Wapres. Ironisnya, corak itu pula yang sebelumnya justru identik dengan lawan politiknya (Prabowo-Hatta). Apa yang ada dalam benak (Tim Ahli) Jokowi ketika mengemas Presiden terpilih dengan penampilan seperti itu?
Spekulasi terkait pengumuman nama para Menteri lebih banyak terkait dengan komposisi Kabinet yang dibentuk, dan mengesampingkan pesan simbolis yang diperlihatkan. Berdasarkan keterangan beberapa media massa, kemeja putih yang dikenakan para kandidat telah dipersiapkan sebelum pengumuman itu dilakukan, sehingga pada sesi foto bersama mereka nampak seragam. Sebagai sesuatu yang disengaja, hal itu tentu memiliki tujuan.
Penyeragaman ini menjadi menarik jika dikomparasikan dengan pernyataan salah seorang ulama yang mengatakan bahwa orang yang hanya tahu hitam dan putih, mereka tidak pernah melihat warna-warni. Apakah Jokowi tidak melihat warna-warni dalam susunan Kabinet yang sedang dipimpinnya?
Jika melihat latarbelakang para tokoh dalam Kabinet Kerja, tuduhan semacam itu seketika bisa dimentahkan. Keragaman paling mencolok bahkan nampak dari terpilihnya Susi Pudjiastuti. Perempuan yang tidak menamatkan pendidikan pada jenjang SMA itu terpilih sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang notabene merupakan salah satu pilar terpenting program pemberdayaan Kemaritiman dalam Kabinet Kerja.
Terpilihnya Susi Pudjiastuti tidak hanya mengundang kontroversi terkait dengan dirinya sendiri, tetapi juga tamparan terhadap dunia pendidikan. Dalam memilih orang yang akan duduk di jajaran Kabinet yang dipimpinnya, Jokowi tentu tidak hanya ingin bermain-main saja, karena kebijakan itu nantinya akan berimbas pada masa depan Indonesia, sekaligus masa depan politiknya sendiri.
Ada banyak profesional lain yang memiliki latarbelakang cemerlang dengan gelar Sarjana, Magister, Doktor, bahkan tidak sedikit pula para Profesor yang bisa menjadi alternatif, tetapi Jokowi bersikukuh menyebut nama Susi Pudjiastuti sebagai salah satu Menteri dalam kabinet yang dia usung. Keberanian Jokowi melakukan ‘kegilaan’ semacam itu mengingatkan penulis terhadap ucapan salah seorang CEO BBC,” Ketika kita mampu mengelola orang-orang gila dengan baik, maka kita bisa membuat sesuatu yang luarbiasa.”
Mungkin kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya naik pesawat terbang seandainya Orvile dan Wilbur (Wright bersaudara) tidak berpikir ‘gila’ untuk bisa terbang seperti burung. Mungkin juga dunia pengobatan juga akan pernah mempraktekan Operasi Bedah Tubuh, seandainya Oliver Wendel Holmes Sr dan orang-orang yang mendalami ilmu kesehatan tidak berpikir tentang teknik anestesi (pembiusan) sehingga hal tersebut memungkinkan untuk diterapkan.
Masih banyak ide-ide gila lainnya yang menghasilkan buah manis setelah ide itu dikelola dengan baik. Mungkin Presiden Jokowi pun sedang menerapkan hal semacam itu. Sebagai catatan kecil, Presiden Jokowi harus belajar dari sampah yang menumpuk saat Pesta Rakyat pasca pelantikan dirinya. Jangan sampai ‘ide gila’ yang sedang dia terapkan justru berbuah tumpukan Sampah Kabinet, atau hanya demi menyenangkan publik dengan ‘hiburan kontroversial’ yang semata-mata untuk meningkatkan popularitasnya di mata dunia.
Menumbalkan Merah Putihnya Indonesia demi Hitam-Putihnya Kabinet sesungguhnya merupakan harga yang sangat mahal, sebab Indonesia adalah Indonesia. Warna-warni yang tidak sekedar dua warna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan kalimat yang sopan